Posted on

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN PASTURA – PENGUKURAN PRODUKSI LAHAN

Kali ini mimin akan berbagi contoh laporan praktikum manajemen pastura dengan topik pengukuran produksi lahan. monggo disimak yaa.


LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN PASTURAPENGUKURAN PRODUKSI LAHAN

Disusun oleh : Kelompok XXXIII

LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURA
BAGIAN NUTRISI MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA


BAB ITINJAUAN PUSTAKA

Produksi Hijauan Makanan Ternak

            Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha peternakan sapi, baik hijauan maupun konsentrat. Kontinuitas penyediaan pakan sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan sapi karena sepanjang waktu sapi berada dalam kandang. Pemberian pakan yang tidak kontinu dapat menimbulkan stres dan akan berakibat sapi menjadi peka terhadap berbagai penyakit dan terganggu pertumbuhannya (Ahmad et al, 2004). Menurut Sofyan (2003), Hijauan Makanan Ternak yang dipergunakan untuk ternak ruminansia sebagian besar rumput-rumputan, sehingga rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan dan telah umum digunakan oleh peternak dalam jumlah besar. Berdasarkan cara tumbuhnya rumput dapat digolongkan menjadi dua, yaitu rumput alami atau rumput liar dan rumput budidaya atau rumput pertanian.

Konsep dasar produksi tanaman adalah pengalihan energi surya (fotonik) menjadi energi organik berupa produk tanaman yang diambil manusia dan hewan dalam berbagai bentuk. Produksi tanaman ditentukan oleh pertumbuhan yang dapat diukur dalam berat segar maupun berat kering. Lebih dari 90% berat kering tanaman terdiri dari senyawa organik seperti selulosa, pati, lemak, dan protein. Hasil tanaman biasanya dinyatakan sebagai produksi dari berbagai tanaman yang dapat dipanen (Reksohadiprojo, 1994).

Menurut Reksohadiprojo (1994), bahwa cara mengukur daya tampung denganmenggunakan cuplikan ubinan, dipilih dengan pengacakan, stratifikasi dan sistematik. Cuplikan l ditentukan secara acak dengan melempar ubinan seluas 1 m2 bujur sangkar atau lingkaran dengan garis tengah 1m, petak kedua diambil 10 langkah ke kanan. Kedua petak tersebut merupakan 1 cluster. Cluster kedua seluas 65 ha diambil minimal 50 cluster (100 cuplikan). Pada semua petak cuplikan semua hijauan yang ada diambil dan dipotong bagian- bagian tumbuhan yang mungkin dimakan ternak. Hasil ubinan kemudian ditimbang sebagai berat segar, disimpan dalam kantong untuk selanjutnya dianalisis berat kering dan bahan keringnya. Dari catatan berat segar hijauan diketahui hasil m2. Untuk menjamin kembali pertumbuhan hijauan pada pelaksanaan penggembalaan harus disisakan sebagian, jadi harus dipertimbangkan adanya proper use yang besarnya tergantung keadaan lapangan, jenis ternak, jenis tanaman padangan, tipe iklim dan musim. Proper use 25 sampai 30% untuk penyenggutan ringan, 40 sampai 505 untuk penyenggutan sedang dan untuk penyenggutan berat 60 sampai 70%. Kebutuhan luas lahan dihitung menurut rumus Voisin, yaitu (y-1)s=r dimana s=stay (menyenggut); r=rest (istirahat); y= angka perbandingan luas tanah yang diperlukan seekor sapi pertahun dibanding per bulan.

 


BAB II – MATERI DAN METODE

 Materi

Alat. Alat-alat yang digunakan pada praktikum pengukuran produksi lahan adalah ubinan 1×1 m2, sabit, rafia, pita ukur, timbangan, koran strapless dan seperangkat analisis BK.

Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum pengukuran produksi lahan adalah rumput Setaria (Setaria lampungensis) yang terdapat di kebun koleksi HMTP.

Metode

Pengukuran produksi lahan lahan dilakukan dengan cara melemparkan ubinan yang berukuran yang berukuran 1 x 1 m2 kemudian hijauan dipotong menggunakan sabit. Hasil pengukuran produksi lahan kemudian dicacah dan ditimbang sebanyak 300 gram kemudian dimasukkan dalam kantong Koran dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 55°C lalu ditimbang. Pengukuran BK selanjutnya dilakukan dengan analisis BK. Setelah diketahui  BK-nya kemudian dilakukan perhitungan kemampuan lahan.

 


BAB III –  HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan sampel rumput yang digunakan adalah rumput Setaria (Setaria lampungensis) yang ditanam di kebun HMTP Fakultas Peternakan UGM. Berat potong rumput setelah dilakukan sampling adalah 4,8 kg kemudian diambil 300 gram untuk dianalisis kandungan bahan  keringnya. Tahapan analisis yaitu rumput yang telah ditimbang kemudian dibungkus koran, setelah itu dioven untuk memperoleh DW. Berat rumput yang telah dioven 55°C adalah 86 gram. Sampel yang telah dioven kemudian digiling untuk dianalisis bahan keringnya. Berdasarkan hasil analisis bahan kering yang dilakukan didapat data yang sesuai tabel 1.

Tabel 1. Analsisis Bahan kering rumput setaria (Setaria Lampungensis).

I II
Berat Silica Disk 11,659 14,4797
Berat sampel 1,0817 1,0048
Silica disk+sampel sebelum 105°C 12,7407 15,4845
Silica disk+sampel setelah 105°C 12,6789 15,4288
KA1 85,67% 85,67%
DW 14,33% 14,33%
KA2 5,71% 5,54%
DM2 94,29 94,46%
KA total 86,49% 86,46%
DM 13,51 13,54%
DM rata-rata 13,525%

Berdasarkan tabel 1, bahwa bahan kering rata-rata dari sampel rumput setaria (Setaria Lampungensis) pada sampel 1 adalah 13,525%. Menurut Nyimas et al (2008), bahwa bahan kering dari rumput setaria adalah 20,59%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bahan kering rumput setaria tidak sesuai dengan literatur. Menurut Suswati (2012), kandungan bahan kering meningkat seiring dengan semakin tua umur tanaman tersebut. Menurut Lugiyo (2006), bahwa produksi dari suatu hijauan dapat dipengaruhi dari umur potong tanaman, semakin tua dari tanaman maka berat tanaman semakin meningkat akan tetapi akan terjadi penurunan nilai nutrien dari tanaman.

Berdasarkan hasil dari analisis bahan kering rumput setaria maka dapat digunakan untuk menghitung produksi lahan dari suatu padang pastura. Hasil dari perhitungan didapat bahwa produksi bahan kering rumput setaria adalah 6.492 KgBK/ha. Menurut Sumarsono (2008), produksi bahan kering rumput setaria adalah 4,31 ton/ha. Berdasarkan hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan literatur produksi rumput setaria lebih tinggi dibanding dengan literatur yang menunjukan bahwa lahan HMTP baik. Menurut Pujiarti (2004), bahwa produksi bahan kering tanaman pakan dipengaruhi oleh kondisi atau konsentrasi pemupukan yang dilakukan. Menurut Nyimas et al (2008), bahwa pertumbuhan dan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh kondisi naungan tempat tumbuh tanaman tersebut.


BAB IV – KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan yang dilakukan bahwa produksi dari rumput setaria adalah 6.492 KgBK/ha dengan kandungan bahan kering 13,525%. Jika dibandingkan dengan literatur kandungan bahan kering lebih kecil, tetapi produksi rumput setaria lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi produksi bahan kering tersebut yaitu kondisi naungan dan pemupukan yang dilakukan.

 


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S.N., Siswansyah, D.D dan Swastika, D.K.S. 2004. Kajian Sistem Usaha Ternak Sapi Potong di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian.

Lugiyo. 2006. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Produksi Hijauan Rumput Sorghum sp. sebagai Tanaman Pakan Ternak. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006.

Nyimas, P. 2008. Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Pakan dibawah Naungan Perkebunan Pisang. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Pujiarti. 2004. Produksi Bahan Kering, Serapan dan Produksi Hijauan pada Pertanaman Ganda Setaria dan Puero atau Centro dengan Pemupukan Fosfat dari Sumber yang Berbeda.

Reksohadiprodjo, S.1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sumarsono. 2008. Pengaruh Interval defoliasi dan Pupuk Fosfat Terhadap Kualitas Hijauan setaria dalam Pertanaman Campuran dengan Sentro. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Sofyan, I., 2003. Kajian Pengembangan Bisnis Pengusahaan Kebun Rumput Gajah untuk Penyediaan Pakan pada Usaha Penggemukan Sapi Potong PD. Gembala Kabupaten Garut Jawa Barat. Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. IPB.


LAMPIRAN